MUSLIMAH

Menuju Insan yang Shalihah

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MUTIARA DAKWAH

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

18 Mei 2013

Faktor-faktor Menurunnya Iman


Bila seorang muslim dituntut mengetahui faktor-faktor penguatnya iman agar dia menerapkannya, maka demikian juga dia dituntut untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mengurangi iman agar dia waspada dan menjauhinya. Dan perlu disampaikan terlebih dahulu bahwa menyepelekan masalah faktor-faktor kembang kempesnya iman termasuk faktor utama lemahnya iman.

Faktor-faktor lemahnya iman banyak sekali, namun dapat diklasifikasikan menjadi dua: faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar).

Adapun faktor internal adalah sebagai berikut, di antaranya:
  1. Kejahilan/Kebodohan Tentang Ilmu Agama
  2. Kelalaian
  3. Berbuat Dosa
  4. Jiwa yang Mengajak pada Kejelekan

Sementara itu, faktor-faktor eksternal (luar) juga banyak sekali, di antaranya:
  1. Setan
  2. Fitnah Gemerlapnya Dunia
  3. Teman yang Jelek


Faktor Internal

1. Kejahilan/Kebodohan Tentang Ilmu Agama
Sebagaimana ilmu adalah faktor bertambahnya iman, maka demikian juga sebaliknya, kejahilan adalah faktor utama lemahnya iman. Jika ilmu adalah sumber segala kebaikan maka demikian juga kejahilan adalah sumber segala kejelekan.

Orang yang berbuat syirik, dosa, kezaliman, dan kemaksiatan, sebab utamanya adalah kejahilan. Allah عزّوجلّ berfirman:
قَالُواْ يَا مُوسَى اجْعَل لَّنَا إِلَـهاً كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ
Bani Israil berkata: "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)." Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)." (QS. al-A'raf[7]: 138)

Oleh karena itu, para ulama salaf seperti Abu Aliyah, Qatadah, Mujahid, dan sebagainya menyebutkan bahwa setiap orang berbuat dosa maka dia adalah jahil.1 Mengapa demikian? Syaikhul Islam menjelaskan karena ilmu yang sejati adalah ilmu yang mencegah seorang dari menyelisihi apa yang dia ketahui berupa ucapan atau perbuatan.2

Maka kejahilan adalah penyakit ganas yang menjerumuskan pemiliknya kepada jurang kebinasaan. Oleh karenanya hendaknya seorang untuk bersegera mengobatinya dengan ilmu yang bermanfaat agar dia tidak terus bergelimang dalam kejahilan.

2. Kelalaian

Kelalaian dan sikap acuh adalah sifat orang-orang kafir dan munafik. Allah سبحانه و تعالى sering mencelanya dalam al-Qur'an. Allah عزّوجلّ berfirman:
وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS. Yunus [10]: 92)

يَعْلَمُونَ ظَاهِراً مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (QS. ar-Rum [30]: 7)

Maka tanyakanlah pada dirimu: "Sampai kapankah kelalaian ini?" Sudah saatnya Anda bangun dan sadar dari kelalaian Anda selama ini untuk menuju ketaatan kepada Allah عزّوجلّ.

3. Berbuat Dosa
Dosa sangat mempengaruhi lemahnya iman. pengaruhnya bertingkat-tingkat sesuai dengan jenisnya apakah dosa kecil atau besar, waktunya, ukurannya, pelakunya dan lain sebagainya.

Dan sebagai penopang seorang hamba agar tidak terjerumus dalam kubang dosa adalah hendaknya dia selalu ingat bahwa dosa akan menimbulkan bahaya dan dampak negatif yang sangat berbahaya bagi dirinya dan orang lain.
 
4. Jiwa yang Mengajak pada Kejelekan
Hampir tidak ada manusia yang lepas dari jiwa yang mengajak kepada keburukan ini kecuali orang-orang yang diberi taufik oleh Allah عزّوجلّ.
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yusuf [12]: 53)

Jiwa yang mengajak kepada keburukan ini sangat berbahaya bagi iman seorang hamba jika dilepas kendalinya begitu saja. Sebab itu, hendaknya seorang hamba selalu berintrospeksi dan berusaha mengekang nafsunya dari kejelekan sehingga dia selamat dari mara bahaya.

Faktor Internal
 
1. Setan
Setan memiliki misi dan ambisi untuk merusak iman seorang hamba. Jika seorang hamba pasrah dan menyerah pada bisikan dan godaan setan, maka dia akan menjadi budak setan dan akan semakin lemah imannya. Karena itu, Allah عزّوجلّ mengingatkan kita semua agar berhati-hati dari tipu daya setan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. (QS. an-Nur [24]: 21)

Maka bagi setiap hamba yang ingin menyuburkan imannya untuk melawan nafsunya agar tidak tertipu dengan godaan dunia yang sangat banyak sekali. Dan hal itu terwujudkan dengan dua hal:
Pertama: Memahami bahwa dunia ini finishnya adalah fana dan kehancuran.
Kedua: Menyongsong kehidupan akhirat yang penuh nikmat dan abadi.

Ibnul Jauzi رحمه الله berkata, "Sewajibnya bagi setiap hamba yang berakal untuk waspada dari tipu daya setan yang telah memproklamasikan permusuhannya sejak masa Nabi Adam عليه السلام. Dia telah menghabiskan seluruh umurnya untuk merusak anak Adam."1

Setan adalah musuh bebuyutan yang sangat berambisi untuk merusak iman dan aqidah. Barangsiapa yang tidak membentengi dirinya dengan dzikir kepada Allah سبحانه و تعالى dan berlindung kepada-Nya maka dia akan menjadi prajurit setan yang terombang-ambing dalam dosa. Sungguh, alangkah malangnya dan rusaknya iman prajurit setan!!

2. Fitnah Gemerlapnya Dunia
Termasuk perusak iman adalah sibuk dengan gemerlapnya dunia dan mengikuti arus godaan dunia. Ibnul Qayyim رحمه الله berkata, "Semakin manusia cinta terhadap dunia maka semakin malas dari ketaatan dan amal untuk akhirat sesuai dengan kadarnya."1

Oleh sebab itu, Allah عزّوجلّ banyak menjelaskan dalam al-Qur'an tentang hinanya dunia dan celaan terhadanya, di antaranya firman Allah سبحانه و تعالى:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرّاً ثُمَّ يَكُونُ حُطَاماً وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. al-Hadid [57]: 20)

3. Teman yang Jelek
Mereka adalah perusak iman dan akhlak yang sangat dominan. Nabi صلى الله عليه وسلم pernah bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
"Seorang itu berdasarkan agama temannya, maka hendaknya seseorang melihat dengan siapakah dia berteman." (HR. Abu Dawud 13/179 - Aunul Ma'bud, Tirmidzi 4/589, Ahmad 2/203, al-Hakim 4/171; hadits ini hasan. Lihat Silsilah Ahadits ash-Shahihah 2/634 oleh al-Albani.)
 
Islam melarang kita berteman dengan teman-teman yang rusak karena tabiat manusia itu meniru temannya. Bila dia berteman dengan para penuntut ilmu maka akan bangkit semangat menuntut ilmu. Bila berteman dengan orang yang cinta dunia maka akan bangkit cinta dunia, dan demikian seterusnya.

Maka hendaknya seorang memilih teman-teman yang baik sehingga membuahkan kebaikan dan manf aat baginya serta pengaruh yang positif baginya dan sebaliknya hendaknya mewaspadai dari teman-teman yang rusak karena pengaruh mereka sangatlah besar. Betapa banyak orang baik menjadi rusak karena teman.

Termasuk dalam hal ini pada zaman kita sekarang adalah duduk menyaksikan parabola dan situs-situs rusak yang beredar di dunia maya yang diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke rumah-rumah kaum muslimin sehingga menyebarlah racun-racun yang ganas.

Maka hendaknya bagi kaum muslimin untuk menjaga dirinya dan rumahnya dari perusak-perusak iman.

Hanya kepada Allah عزّوجلّ kita memohon agar Allah memantapkan iman kita dan menghindarkan kita semua dari perusak-perusaknya., Amin…[]

 
Sukoharjo, 17 Mei 2013
 
Dikutip dari:
Faktor-faktor Pasang Surutnyanya Iman. Disadur secara bebas oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi dari kitab Asbabu Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad. Ebook oleh http://ibnumajjah.wordpress.com


17 Mei 2013

Faktor Bertambahnya Iman


Allah عزّوجلّ menjadikan segala sesuatu pasti ada sebabnya, demikian halnya dengan iman, Allah سبحانه و تعالى telah menjadikan beberapa faktor bertambahnya iman dalam al-Qur'an atau melalui lisan rasul-Nya, di antaranya adalah:

  1. Menuntut Ilmu Syar’i
  2. Membaca al-Qur'an dan Merenunginya
  3. Memahami Nama dan Sifat Allah عزّوجلّ
  4. Mempelajari Sirah Perjalanan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
  5. Merenungi Keindahan Agama Islam
  6. Membaca Kisah-kisah Salaf Shalih
  7. Memikirkan Kekuasaan Allah عزّوجلّ dalam Makhluk-Nya
  8. Semangat beramal shalih

1. Menuntut Ilmu Syar’i
Ini adalah faktor yang paling penting, yaitu menuntut ilmu syar'i yang bersumber dari al-Qur'an dan sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم sesuai dengan pemahaman salaf shalih. Bertambahnya iman dengan sebab ilmu dari sisi ketika dia keluar menuntut ilmu, duduk di majelis ilmu, mempelajari masalah ilmu, dan mengamalkan ilmu.

Sungguh betapa banyak ayat-ayat al-Qur'an dan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم yang menunjukkan tentang keutamaan ilmu. Hal itu karena ilmu adalah sarana yang mengantarkan seorang untuk beribadah kepada Allah صلى الله عليه وسلم secara benar.

Namun, perlu diketahui bahwa ilmu yang bermanfaat dan dianjurkan oleh syari'at adalah ilmu yang membuahkan amal karena ilmu hanyalah sarana belaka, sedang intinya adalah amal. Camkanlah baik-baik ucapan Imam Ibnul Qayyim رحمه الله tatkala mengatakan, "Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kuatnya iman maka ia tercemar."

2. Membaca Al-Quran dan Merenunginya
Ini juga merupakan faktor yang sangat penting untuk bertambahnya iman sebab Allah عزّوجلّ menurunkan Al-Quran kepada para hamba-Nya sebagai petunjuk, cahaya, rahmat, dan peringatan. Oleh karena itu, Allah سبحانه و تعالى mengabarkan bahwa orang-orang yang beriman apabila membaca
Al-Quran maka akan bertambah iman mereka.


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (QS. al-Anfal [8]: 2)

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha رحمه الله berkata, "Ketahuilah bahwa kuatnya agama dan iman tidak mungkin diraih kecuali dengan banyak membaca
Al-Quran atau mendengarkannya dengan penuh renungan dan dengan niat untuk mengamalkan perintah dan menjauhi larangannya."

Namun, perlu ditandaskan bahwa maksud membaca
Al-Quran yang merupakan faktor penyubur iman di sini bukan hanya sekadar membaca, melainkan membacanya dan memahami makna kandungannya serta mengamalkan isinya. Oleh karena itu, Allah عزّوجلّ mengabarkan bahwa tujuan inti Al-Quran ini diturunkan adalah untuk dipelajari dan direnungi bersama.
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS. Shad [38]: 29)
3. Memahami Nama dan Sifat Allah عزّوجلّ
Memahami nama dan sifat Allah عزّوجلّ akan menjadikan hamba makin mengenal Allah سبحانه و تعالى dan takut kepada-Nya sehingga memotivasi dirinya untuk berbuat amal ketaatan. Allah سبحانه و تعالى berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (QS. Fathir [35]: 28)

Seorang ulama salaf mengatakan, "Barangsiapa semakin mengenal Allah عزّوجلّ maka akan semakin takut kepada Allah."

Contohnya, jika seorang hamba mengetahui bahwa Allah Maha Mendengar dan Melihat maka hal itu akan menjadikan dirinya untuk menjaga anggota tubuhnya dan mengarahkan anggota tubuhnya dalam kecintaan kepada Allah عزّوجلّ.

4. Mempelajari Sirah Perjalanan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
Mempelajari sirah perjalanan hidup Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم merupakan faktor penguat iman karena pada diri beliau tersimpan akhlak yang mulia dan contoh yang sangat indah. Siapa pun yang mau mempelajari sirah Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang terdapat dalam
Al-Quran dan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم maka akan menjadikannya terpacu untuk semakin cinta kepada Nabi صلى الله عليه وسلم yang membuahkan semangat tinggi untuk mencontoh beliau dalam ucapan dan perbuatannya. 
"Dan ilmu yang paling pokok dan paling bermanfaat adalah mempelajari sirah Nabi صلى الله عليه وسلم dan sahabatnya".
 
5. Merenungi Keindahan Agama Islam
Sesungguhnya Islam adalah agama yang indah dalam semua bidang. Aqidahnya paling benar, akhlaknya paling indah, serta hukumnya paling adil dan bijaksana. Bila hal ini telah tertanam dalam hati maka seseorang akan merasakan kelezatan iman dalam hati. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
"Ada tiga hal, apabila ada pada diri seorang maka dia akan merasakan lezat/manisnya iman: apabila Allah dan rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya; apabila mencintai seorang dia mencintainya tidak lain karena Allah; dan orang yang takut untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana dia tidak ingin dicampakkan ke dalam Neraka." (HR. Bukhari 1/22 dan Muslim 1/66)

Maka golongan yang ketiga tersebut tidak mau kembali kepada kekufuran. Mengapa?! Karena dia masuk Islam berdasarkan ilmu dan kemantapan hati. Dia betul-betul yakin akan keindahan agama Islam dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Jika memang dia telah nyaman dengan keindahan Islam, lantas untuk apa dia berpindah agama?!

6. Membaca Kisah-kisah Salaf Shalih
Kisah-kisah para salaf shalih, khususnya para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم bertabur dengan pelajaran berharga dan iman. Siapa pun yang mau mencermati sirah perjalanan mereka, akhlak mereka, kesungguhan mereka dalam mengikuti Nabi صلى الله عليه وسلم, konsentrasi mereka dalam menjaga iman, rasa takut mereka dari dosa, riya', nifaq (kemunafikan), dan semangat mereka dalam ibadah dan amal shalih yang tercatat dalam dalam kitab-kitab tarikh (sejarah), sirah, zuhud, dan lainnya maka akan tergerak hatinya untuk meniru keindahan hidup mereka. 
Sungguh benar ucapan Syaikhul Islam رحمه الله tatkala mengatakan, "Siapa saja yang lebih menyerupai mereka, maka keadaannya akan semakin sempurna."

7. Memikirkan Kekuasaan Allah عزّوجلّ dalam Makhluk-Nya
Allah telah menganjurkan kepada umat manusia untuk merenungi dan memikirkan keajaiban makhluk-makhluk ciptaan-Nya.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن مَّاء فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخِّرِ بَيْنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. al-Baqarah [2]: 164)

Perhatikanlah secara saksama keajaiban-keajaiban makhluk Allah سبحانه و تعالى di sekitar anda; langit, bumi, matahari, bulan, rembulan, bintang, malam, siang, gunung, pohon, lautan, sungai, hewan, bahkan keajaiban ciptaan Allah عزّوجلّ yang ada pada diri kita sendiri terdapat pelajaran berharga yang bila kita merenunginya maka akan menambah iman kita kepada Allah عزّوجلّ.

8. Semangat Beramal Shalih

Di antara faktor penguat iman yang sangat penting adalah semangat untuk mengerjakan amal shalih ikhlas karena Allah سبحانه و تعالى dan selalu kontinu menjaganya. Sesungguhnya setiap amal shalih yang dilakukan oleh seorang muslim akan semakin menambah kuatnya iman sebab iman itu bertambah dengan ketaatan.

Dan ibadah yang disyari'atkan itu bermacam-macam modelnya, adakalanya dengan hati, lisan, dan anggota badan. Contoh amalan hati ialah ikhlas, cinta, tawakal, takut, berharap, ridha, sabar, dan sebagainya. Contoh amalan lisan ialah membaca
Al-Quran, istighfar, takbir, tasbih, tahlil, shalawat, dan sebagainya. Adapun contoh ibadah amalan badan ialah wudhu, shalat, shadaqah, haji, dan sebagainya.

Oleh karena itu, para ulama salaf selalu mengatakan, "Marilah duduk sebentar bersama kami untuk menambah iman."




Dikutip dari:
Faktor-faktor Pasang Surutnyanya Iman. Disadur secara bebas oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi dari kitab Asbabu Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad. Ebook oleh http://ibnumajjah.wordpress.com
Sukoharjo, 17 Mei 2013
 

Sekali Saja dalam Sepekan


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Wa'il berkata, "Bahwasanya Abdullah bin Mas'ud memberi nasehat kepada masyarakat setiap hari Kamis. Lalu salah seorang bertanya kepadanya, 'Wahai Abu Abdurrahman, alangkah senangnya saya jika engkau memberi nasehat kepada kami setiap hari.'

Abdullah bin Mas'ud menjawab, 'Yang menghalangiku untuk melakukan hal itu adalah saya khawatir kalian bosan. Maka, aku menasehati kalian dengan tidak terus-menerus., sebagaimana Rasulullah melakukan hal itu kepada kami karena khawatir rasa bosan menimpa kami.'"

Abdullah bin Mas'ud menasehati manusia setiap hari Kamis, sekali dalam sepekan, tidak lebih dari itu, walaupun orang-orang memintanya lebih dari itu. Abdullah bin Mas'ud menerangkan bahwa Rasulullah juga melakukan hal yang sama, dan ia juga ingin mengikuti sunnah Nabi, serta menerangkan hikmah perbuatannya itu.

Ada beberapa faedah yang dapat dipetik dari hadits di atas, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Shalih Ahmad Asy-Syami dalam kitabnya Mawa'izhu Ash-Shahabah, yaitu:
  1. Bahwasannya Nabi menasehati manusia, dan tidak memperbanyak nasehat sehingga tidak membuat mereka merasa jenuh.
  2. Bahwasanya nasehat ini tidak berkaitan dengan wahyu yang harus segera disampaikan, apalagi ia berkaitan dengan waktu tertentu. Ini berarti sasaran dari peringatan itu adalah memberikan nasehat, dan mengingatkan sesuatu yang telah disampaikan sebelumnya, atau perkara-perkara yang berkaitan dengan akhlak serta hari Kiamat.
  3. Bahwasanya para Sahabat mengambil peran mereka dengan melaksanakan kewajibannya, yaitu menasehati manusia setelah wafatnya Rasulullah. Dan di antara mereka adalah Abdullah bin Mas'ud dan yang lainnya.
  4. Bahwasannya para Sahabat mencontoh Rasulullah dalam segala macam amalannya.

*Sukoharjo, 26 September 2012


7 Mei 2013

Manfaat Menundukkan Pandangan



Allah telah memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan (ghadhul bashar). Karena mengumbar pandangan mendatangkan banyak keburukan. Pandangan mata ibarat anak panah yang beracun. Ia dapat merusak hati sebagaimana racun yang dapat merusak badan. Maka, menundukkan pandangan mempunyai manfaat yang besar untuk menjaga hati.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Ad-Da' wa Ad-Dawa' menyebutkan beberapa manfaat dari menundukkan pandangan, di antaranya yaitu berikut ini.
  1. Menjalankan perintah Allah yang merupakan inti dari kebahagiaan hamba dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
  2. Mencegah dari pengaruh anak panah yang beracun.
  3. Menjadikan hati dekat dengan Allah. Sebab, mengumbar pandangan akan memecah hati dan menjauhkan hati dari Allah.
  4. Meneguhkan dan menghibur hati. Sebaliknya, mengumbar pandangan akan melemahkan dan menyebabkan kesedihan dalam hati.
  5. Melahirkan cahaya di dalam hati. Sebaliknya, mengumbar pandangan bisa menyebabkan hati menjadi gelap gulita.
  6. Melahirkan firasat yang benar yang bisa membedakan antara yang benar dan yang batil.
  7. Menjadikan hati teguh dan berani.
  8. Mencegah masuknya setan ke dalam hati karena setan masuk dan menembus ke dalam jiwa bersamaan dengan pandangan mata.
  9. Memberikan kesempatan bagi hati untuk berpikir mengenai berbagai kemaslahatannya. Sebaliknya, mengumbar pandangan bisa menimbulkan lupa akan hal itu serta menjadi penghalang untuk meraihnya.
  10. Di antara hati dan mata itu terdapat jalan masuk yang menghubungkan antara keduanya. Jika salah satunya baik, maka yang lain menjadi baik pula. Dan jika salah satunya buruk, maka yang lain juga rusak. Demikian juga, jika pandangannya rusak, hatinya turut rusak pula.


*Sukoharjo, 26 September 2012

Beberapa Permasalahan yang Berkaitan dengan Wudlu





 
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Qs. Al-Maidah: 6)
 
Beberapa Permasalahan yang Berkaitan dengan Wudlu

1. Buang air kecil harus dibersihkan dengan baik agar wudlu menjadi sah
Sebelum wudlu kita harus yakin bahwa pakaian kita tidak terkena najis. Dan yang penting adalah kita membersihkan diri dengan baik ketika buang air kencing.

Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah saw. pernah melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: Ingat, sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena ia dahulu suka mengadu domba, sedang yang lainnya disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya. …….. (HR. Muslim)

Maka dari itu, buang air kecil tidak boleh di sembarang tempat. Usahakan buang air kecil di kamar mandi/toilet sehingga kita bisa membersihkan diri.

2. Niat wudlu
Niat wudlu tidak harus dilafalkan. Niat letaknya di dalam hati. Setiap orang yang hendak berwudlu berarti ia sudah mempunyai niat di dalam hatinya sehingga tidak perlu melafalkan niat. Jadi, kita tidak perlu mengucapkan niat, misalnya nawaitu wudlu…, atau niat saya wudlu…, atau niat ingsun wudlu….dan sebagainya. Niat cukup di dalam hati saja. Sedangkan, untuk memulai wudlu kita membaca basmallah.

3. Tidak boleh wudlu dengan tergesa-gesa
Berwudlu harus dengan baik dan tidak boleh tergesa-gesa agar wudlunya sempurna, agar bagian-bagian tubuh terkena basuhan air. Meskipun kita sedang tergesa-gesa (misalnya ketika sudah iqomat) kita tidak boleh berwudlu dengan terlalu cepat sehingga ada bagian yang tidak terbasuh air. Termasuk tidak boleh tergesa-gesa juga ketika kita mendatangi tempat shalat. Biasanya kalau sudah iqomat, orang yang terlambat terburu-buru berjalan, sampai ada yang berlari kecil, sehingga menimbulkan mengganggu jamaah shalat. Meskipun sudah iqomat dan imam sudah takbir, kita mendatangi tempat shalat harus dengan tenang, tidak boleh tergesa-gesa. Begitu pula dengan berwudlu kita juga tidak boleh tergesa-gesa agar wudlu kita sempurna.

Hadis riwayat Abdullah bin Umru ra., ia berkata: Bersama Rasulullah saw. kami kembali dari Mekah menuju Madinah. Ketika kami berada pada sebuah oase (danau kecil) di tengah jalan, beberapa orang tergesa-gesa menunaikan salat Ashar. Mereka berwudlu dengan tergesa-gesa. Lalu kami dekati mereka, tampak tumit mereka tidak terkena air, maka Rasulullah saw. bersabda: “Siksa neraka bagi (pemilik) tumit itu. Sempurnakanlah wudlu kalian”. (HR. Muslim)

4. Tidak boleh wudlu menggunakan air yang berlebihan
Islam mengajarkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam segala hal, termasuk dalam wudlu. Wudlu harus menggunakan air secukupnya, tidak boleh membuang-buang air yang banyak.

Nabi SAW melihat Sa'ad yang sedang berwudhu, lalu beliau berkata, “Pemborosan apa itu, hai Sa'ad?” Sa'ad bertanya, “Apakah dalam wudhu ada pemborosan?” Nabi menjawab, “Ya, meskipun kamu (berwudhu) di sungai yang mengalir.” (HR. Ahmad)

Nabi mengisyaratkan bahwa meskipun berwudlu di tempat yang banyak airnya kita tetap tidak boleh berlebih-lebihan.

5. Sunnah menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya
Dalam wudlu ada wajib dan sunnah wudlu. Salah satu sunnah wudlu yang jarang dimengerti dan dilaksanakan orang adalah menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya.

Dari Humran bahwa Utsman meminta air wudlu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya keluar, kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan tangan kirinya pun begitu pula. Kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu pula. Kemudian ia berkata: Saya melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini. (HR. Bukhari & Muslim)

6. Tidak perlu berwudhu karena ada keragu-raguan (apakah berhadats atau tidak) hingga dia yakin sudah batal wudhunya

Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudian dia ragu-ragu apakah dia mengeluarkan sesuatu (kentut) atau tidak, maka janganlah sekali-kali ia keluar dari masjid kecuali ia mendengar suara atau mencium baunya." (HR. Bukhari & Muslim)

7. Memulai dengan anggota badan yang kanan
Dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila kamu sekalian berwudlu maka mulailah dengan bagian-bagian anggotamu yang kanan.” (HR. Imam Empat dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah)

8. Sunnah bersiwak dalam wudlu
Termasuk sunnah Nabi yang sekarang ini sudah jarang dilaksanakan adalah bersiwak dalam wudlu.

Dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: “Seandainya tidak memberatkan atas umatku niscaya aku perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali wudlu.” (HR. Malik, Ahmad dan Nasa'i)

Menurut ilmu kesehatan, bersiwak sangat bermanfaat bagi kesehatan mulut dan gigi. Para dokter modern memuji siwak sebagai alat yang bagus dan bermanfaat sekali untuk menjaga kesehatan mulut dan gigi.

9. Makan dan minum tidak membatalkan wudlu, kecuali makan daging unta
Makan dan minum tidak membatalkan wudlu, kecuali makan daging unta. Jadi, tidak apa-apa ketika kita sudah berwudlu kemudian makan atau minum, setelah itu shalat tidak perlu berwudlu lagi. Kecuali kalau kita makan daging unta, maka kita wajib wudlu lagi.

Dari Jabir Ibnu Samurah radliyallaahu 'anhu bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa Sallam : Apakah aku harus berwudlu setelah makan daging kambing? Beliau menjawab: “Jika engkau mau.” Orang itu bertanya lagi: Apakah aku harus berwudlu setelah memakan daging unta? Beliau menjawab: “Ya.” (HR. Muslim)

10. Berdoa setelah wudlu
Salah satu doa setelah wudlu adalah sebagai berikut:

  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ  

“Aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan yang haq kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya”.

Umar radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tiada seorang pun di antara kamu yang berwudlu dengan sempurna, kemudian berdo'a: Ashadu alla ilaha illallah wahdahula syarikalahu wa asyhaduanna muhammadan abduhu wa rasuluhu,-kecuali telah dibukakan baginya pintu syurga yang delapan, ia dapat masuk melalui pintu manapun yang ia kehendaki." (HR. Muslim) 



Bagaimana Cara Shalatnya Musafir?




 
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Bagaimana cara shalat musafir dan bagaimana pula puasanya ?

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Shalat musafir adalah dua rakaat sejak saat dia keluar dari kampung halamannya sampai kembali kepadanya, berdasarkan kata-kata Aisyah:
"Awal diwajibkannya shalat adalah dua rakaat, lalu ditetapkanlah hal itu untuk shalat di waktu safar dan disempurnakan shalat di waktu mukim, dalam riwayat lain dan ditambahi untuk shalat di waktu mukim." [1]

Anas bin Malik berkata.

"Kami keluar bersama Nabi dari Madinah menuju Makkah, lalu beliau shalat dua rakaat dua rakaat sampai kami kembali ke Madinah." [2]

Akan tetapi apabila seseorang shalat bersama imam, maka ia harus menyempurnakan shalat empat rakaat, sama saja apakah dia mengikuti shalat sejak awal atau kehilangan sebagian rakaat darinya; berdasarkan keumuman sabda Nabi.

"Apabila kalian mendengar iqamah maka berjalanlah menuju shalat dan wajib atas kalian menjaga ketenangan dan ketentraman, jangan terburu-buru, apa yang kalian dapati (dari shalat) kerjakanlah sedangkan apa yang hilang dari kalian sempurnakanlah." [3]

Keumuman sabda beliau "apa yang kalian dapati (dari shalat) kerjakanlah sedangkan apa yang hilang dari kalian sempurnakanlah" meliputi para musafir yang shalat di belakang imam yang mengerjakan shalat empat rakaat dan selain mereka. Ibnu Abbas ditanya tentang bagaimana keadaan musafir yang shalat dua rakaat manakala bersendiri dan empat rakaat apabila bersama orang tempatan? Dia menjawab, "Itulah sunnah".

Kewajiban shalat jamaah tidak gugur bagi musafir, karena Allah memerintahkannya di dalam kondisi perang, Dia berfirman.

"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat bersertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu." )Qs. An-Nisa: 102)

Berdasarkan dalil ini, apabila ada seorang musafir berada di suatu daerah yang bukan daerahnya, dia wajib menghadiri shalat jamaah di masjid ketika mendengar adzan, kecuali bila letaknya sangat jauh, atau khawatir kehilangan teman-temannya, sesuai keumuman dalil yang menunjukkan pada wajibnya shalat berjamaah bila mendengar adzan atau iqamah.

Sedangkan mengenai mengerjakan shalat sunnat; seorang musafir boleh melaksanakan shalat sunnat selain rawatib Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya, dia boleh mengerjakan shalat Witir, shalat Lail, shalat Dhuha, shalat rawatib Fajar dan selain dari itu berupa shalat sunnat selain rawatib yang dikecualikan tersebut.

Tentang menjamak (mengumpulkan shalat): jika dia dalam keadaan berjalan (naik kendaraan) yang lebih utama adalah menjamak antara Dhuhur dan Ashar, antara Maghrib dan Isya, bisa dengan jama taqdim maupun jama takhir, melihat mana yang lebih mudah baginya, segala hal yang lebih mudah adalah lebih utama.

Jika dia dalam keadaan berhenti (tinggal di suatu daerah) yang lebih utama adalah tidak menjamak shalat, jika dia tetap menjamak maka tidak mengapa; berdasarkan pengesahan dua hal itu dari Rasulullah.

Adapun tentang puasa musafir di bulan Ramadhan, yang lebih utama adalah dia tetap berpuasa, namun jika dia berbuka pun tidak mengapa, lalu dia mengganti jumlah hari berbukanya, kecuali jika berbuka lebih memudahkannya maka berbuka menjadi lebh utama, karena Allah menyukai orang yang menjalankan rukhshah (keringanan)nya, segala puji milik Allah Pemelihara semesta alam.


[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Pustaka Arafah]
_________
Foote Note
[1]. Bukhari mengeluarkannya : Kitab Taqshir Shalat, Bab : Meringkas Apabila Kaluar dari Tempat Tinggalnya 1090. Muslim : Kitab Shalat Musafirin wa Qashriha. Bab : Shalat Para Musafir dan Peringkasannya 685.
[2]. Telah diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Taqshir Shalat, Bab : Apa Yang Datang Tentang Meringkas 1081. Muslim : Kitab Shalat Musafirin qa Qashriha, Bab Shalat Para Musafir dan Peringkasannya 693
[3]. Bukhari mengeluarkan dalam Kitab Adzan, Bab : Tidak Boleh Terburu-Buru Mendatangi Shalat, Hendaklah Datang Dengan tenang dan Tentram 636

Sumber: http://almanhaj.or.id 

PROMO BUKU

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More